Senin, 29 Oktober 2012

Arti Sumpah Pemuda

Hormati Kebhinekaan, Hampir Purnah di 84 Tahun Sumpah Pemuda


Para pemuda dan pemudi merayakan Sumpah Pemuda di Bunderan HI Jakarta (ANTARA/Dhoni Setiawan)
Jakarta, GATRAnews - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai, sikap kebhinekaan dan saling menghormati perbedaan kian luntur dari rakyat Indonesia pada peringatan sumpah pemuda yang ke-84 yang merupakan salah satu pemersatu bangsa tanpa memandang Suku Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). "Sangat prihatin, bahwa pada dekade belakangan ini, sikap saling menghormati dan merayakan perbedaan dalam masyarakat meluntur dan hampir punah. Padahal, cikal bakal negara bangsa Indonesia, dimulai salah satunya melalui Sumpah Pemuda," nilai Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah di Jakarta, Minggu, (28/10).

Padahal, imbuh Yuniyanti, 84 tahun silam, pada pernyataan Sumpah Pemuda,  para pemuda termasuk pemudi dari berbagai latar belakang etnis, agama, geografis, dan ragam bahasa, meneguhkan sebuah janji menjadi satu kesatuan untuk mengedepankan kepentingan bangsa Indonesia dengan menghormati keberagaman yang ada di nusantara Indonesia saat itu.

"Sumpah Pemuda adalah sebuah tekad membangun visi dan fondasi berbangsa untuk melupakan ego mayoritas-minoritas dan menepiskan kepentingan lokal, organisasional, etnis, agama dan lain-lain, bersiteguh bersama menentang ketidakadilan, diskriminasi, dehumanisasi, eksploitasi yang saat itu mewujud dalam bentuk kolonialisme," paparnya.

Dipaparkan, spirit Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 itu, juga beriring dan disusul 2 bulan kemudian dengan terjadinya Kongres Wanita Indonesia Pertama, 22 Desember 1928, dengan spirit yang sama, bahwa keberagaman bisa menjadi kekuatan untuk menjadikan nusantara merdeka dari penindasan dalam bentuk apapun dan menggeliat bukan hanya penindasan terhadap bangsa Indonesia, tetapi melangkah satu tahap lagi untuk menentang penindasan terhadap perempuan yang kerap tenggelam dalam agenda nasionalisme yang lebih besar.

Menurutnya, berbahasa satu, berbangsa satu, dan bertanah air satu, bukan dimaksudkan untuk penyeragaman, tetapi justru bersatu dalam keberagaman. Dari janji ini, lahirlah Indonesia yang hari ini dihuni oleh lebih 207 juta penduduk dari lebih 300 kelompok etnis dengan lebih dari 800 bahasa lokal dan dialek.

"Janji ini kembali dikuatkan lewat amandemen konstitusi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan diperteguh dengan jaminan bagi pemenuhan hak-hak asasi manusia," pungkasnya

Sumpah Pemuda

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai, sikap kebhinekaan dan saling menghormati perbedaan kian luntur dari rakyat Indonesia pada peringatan sumpah pemuda ke-84 yang merupakan salah satu pemersatu bangsa tanpa memandang Suku Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). "Sangat prihatin, bahwa pada dekade belakangan ini, sikap saling menghormati dan merayakan perbedaan dalam masyarakat meluntur dan hampir punah. Padahal, cikal bakal negara bangsa Indonesia, dimulai salah satunya melalui Sumpah Pemuda," nilai Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah di Jakarta, Minggu, (28/10).

Padahal, imbuh Yuniyanti, 84 tahun silam, pada pernyataan Sumpah Pemuda,  para pemuda termasuk pemudi dari berbagai latar belakang etnis, agama, geografis, dan ragam bahasa, meneguhkan sebuah janji menjadi satu kesatuan untuk mengedepankan kepentingan bangsa Indonesia dengan menghormati keberagaman yang ada di nusantara Indonesia saat itu.

"Sumpah Pemuda adalah sebuah tekad membangun visi dan fondasi berbangsa untuk melupakan ego mayoritas-minoritas dan menepiskan kepentingan lokal, organisasional, etnis, agama dan lain-lain, bersiteguh bersama menentang ketidakadilan, diskriminasi, dehumanisasi, eksploitasi yang saat itu mewujud dalam bentuk kolonialisme," paparnya.

Dipeparkan, spirit Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 itu, juga beriring dan disusul 2 bulan kemudian dengan terjadinya Kongres Wanita Indonesia Pertama, 22 Desember 1928, dengan spirit yang sama, bahwa keberagaman bisa menjadi kekuatan untuk menjadikan nusantara merdeka dari penindasan dalam bentuk apapun dan menggeliat bukan hanya penindasan terhadap bangsa Indonesia, tetapi melangkah satu tahap lagi untuk menentang penindasan terhadap perempuan yang kerap tenggelam dalam agenda nasionalisme yang lebih besar.

Menurutnya, berbahasa satu, berbangsa satu, dan bertanah air satu, bukan dimaksudkan untuk penyeragaman, tetapi justru bersatu dalam keberagaman. Dari janji ini, lahirlah Indonesia yang hari ini dihuni oleh lebih 207 juta penduduk dari lebih 300 kelompok etnis dengan lebih dari 800 bahasa lokal dan dialek.

"Janji ini kembali dikuatkan lewat amandemen konstitusi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan diperteguh dengan jaminan bagi pemenuhan hak-hak asasi manusia," pungkasnya